Sumenep, angkatberita.id — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep pada tahun anggaran 2025 kembali menggelontorkan dana fantastis, lebih dari Rp 3 miliar, untuk pengadaan seragam sekolah bagi siswa Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI).
Program ini diklaim sebagai bentuk kepedulian terhadap dunia pendidikan, namun publik mendesak agar proyek tersebut tidak sekadar menjadi agenda seremonial rutin, melainkan memberi dampak ekonomi nyata bagi pelaku UMKM lokal.
Saat dikonfirmasi 6 Oktober 2025, Kabid SD Dinas Pendidikan Sumenep, Ardiansyah, menegaskan bahwa pihaknya hanya sebagai penerima manfaat dari program tersebut dan tidak memiliki kewenangan dalam menentukan mekanisme pengadaan.
“Kalau tidak mau ditenderkan itu keputusannya ada di tiga pihak, Mas. Satu, Bupati sebagai eksekutif, DPRD sebagai legislatif, dan Kepala Bappeda sebagai pemegang kebijakan. Selesai itu,” ujarnya tegas.
Ardiansyah menyatakan dirinya mendukung penuh jika pengadaan seragam tersebut bisa melibatkan pelaku UMKM lokal, terutama penjahit dan pengusaha kain di ujung timur Pulau Madura. Namun, ia mengaku tidak bisa mengambil kebijakan sepihak.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa pihaknya sempat melakukan survei terhadap pelaku UMKM lokal. Hasilnya, banyak penjahit mengaku keberatan dengan nilai pagu sekitar Rp 200 ribu per paket seragam merah putih, sesuai spesifikasi resmi yang telah ditetapkan pemerintah.
“Iya, kalau ada penjahit lokal Sumenep mau ikut tender, monggo Mas. Itu umum kok,” tambahnya.
Ketika disinggung terkait dugaan adanya “tender kuncian” dalam sistem LPSE, Ardiansyah memilih berhati-hati dan mengaku tidak mengetahui lebih jauh soal itu.
Sebelumnya, Ahmad Nawawi, aktivis muda peduli UMKM, secara terbuka meminta Bupati Sumenep Achmad Fauzi Wongsojudo untuk turun tangan memastikan pengadaan seragam bernilai miliaran rupiah itu benar-benar memberdayakan penjahit dan pengusaha kain lokal. Ia menilai, jika dikelola dengan bijak, proyek ini bisa menjadi penggerak ekonomi kerakyatan, bukan hanya menguntungkan segelintir pihak luar daerah.
Meski nominal anggaran besar telah digelontorkan, pola pelaksanaan pengadaan yang masih berpusat pada mekanisme tender terbuka justru dikhawatirkan hanya akan memberi ruang kepada kontraktor besar dari luar daerah. Sementara UMKM lokal tetap menjadi penonton di tanah sendiri. (Asm)