BANGKALAN.angkatberita.id
Kasus meninggalnya bayi dari pasien bernama Siti Maryam di RSIA Aisyiyah Bangkalan kini semakin menarik untuk disimak dan menuai cerita baru. Permintaan audensi yang diajukan oleh Gerakan Bangkalan Bersih (GBB) kepada pihak rumah sakit ditolak mentah-mentah melalui jawaban resmi kuasa hukum RSIA Aisyiyah.
Dalam surat bertanggal 4 Oktober 2025 yang ditandatangani oleh Riza Eifana, SH., MA., Ph.D dan Azzzalia Nahda Firdani, SH., MH., selaku Advocate and Corporate Lawyer Jaringan Rumah Sakit Muhammadiyah/Aisyiyah se-Jawa Timur, pihak rumah sakit menyatakan direktur tidak bisa memenuhi permintaan audensi karena adanya agenda lain yang telah terjadwal sebelumnya.
Namun, penolakan ini Rosul Mochtar ketua GBB menganggap justru menimbulkan tanda tanya besar. Ia menilai, dugaan kelalaian yang mengakibatkan kematian bayi, seharusnya pihak rumah sakit membuka diri untuk memberikan penjelasan langsung.
Dalam surat jawaban, kuasa hukum RSIA Aisyiyah menegaskan bahwa kematian bayi dari Ny. Siti Maryam tidak disebabkan kelalaian pihak rumah sakit.
“Berdasarkan penilaian kami, kematian bayi tersebut bukan karena kelalaian RSIA Aisyiyah Bangkalan maupun principal kami,” tulis kuasa hukum.
Namun, pihak rumah sakit menyatakan akan menghormati jika masyarakat atau keluarga pasien menempuh jalur hukum untuk menguji penyebab kematian melalui mekanisme peraturan perundang-undangan.
Penolakan audensi ini memicu reaksi ketua GBB Rosul Mochtar. Ia menilai RSIA Aisyiyah semestinya menggunakan kesempatan ini untuk menjawab langsung dan memberikan klarifikasi berbagai dugaan dan meredam spekulasi publik.
“Transparansi adalah kunci dalam kasus yang menyangkut nyawa pasien. Menolak audensi hanya akan memperkuat kecurigaan adanya sesuatu yang ditutupi,” ujar Rosul Mochtar. Sabtu, (4/10)
Sebelumnya, GBB telah melayangkan surat resmi dengan nomor: 00171.02/X.112.GBB/2025, tertanggal 2 Oktober 2025, yang berisi permohonan audensi bersama Direktur RSIA Aisyiyah Bangkalan. Agenda itu sedianya dijadwalkan pada Senin, 6 Oktober 2025. Namun, dengan adanya jawaban penolakan ini, dialog terbuka yang diharapkan publik dipastikanbatal terlaksana.
Robin