Sampang, angkatberita.id – Pernyataan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Sampang, Fathor Rahman, soal penurunan Transfer ke Daerah (TKD) dalam RAPBN 2026 dinilai terlalu berlebihan dan cenderung menarasikan keresahan publik tanpa analisis objektif.
Setelah sebelumnya sempat mengkritik dan memprotes di acara Forkopimda yang digelar di Pendopo Sampang tentang “Penandatanganan Bersama Forkopimda” dengan penandatanganan simbolis secara damai, kini Ketua PWI Sampang kembali muncul dengan statement dan pandangan yang dinilai pesimis terkait pemangkasan TKD pusat, narasi tersebut bahkan memicu kekhawatiran masyarakat seakan Kabupaten Sampang sedang darurat dan tidak mampu membangun infrastruktur hanya karena pemangkasan TKD.
Pengamat kebijakan publik, Agus Sugito, justru menilai bahwa pemangkasan TKD tidak serta-merta menjadi alasan mandeknya pembangunan di daerah, menurutnya, narasi Ketua PWI terkesan prematur karena menempatkan pemerintah daerah seolah-olah tak punya ruang inovasi selain bergantung penuh pada dana pusat.
“Pemangkasan TKD memang realitas anggaran, tapi jangan sampai dijadikan alasan untuk menebar kekhawatiran publik, justru momentum ini harusnya menjadi ujian bagi kepala daerah untuk lebih kreatif menggali potensi lokal,” tegas Agus Sugito.
Agus menambahkan, pernyataan Ketua PWI Sampang berbahaya jika dikonsumsi mentah-mentah oleh publik. Alih-alih memberikan solusi, justru mempersempit ruang pemerintah daerah yang dituntut untuk bekerja keras di tengah kondisi fiskal yang ketat.
“Kalau wartawan atau ketua organisasi profesi ikut-ikutan menarasikan soal fiskal negara tanpa data dan tanpa opsi kebijakan alternatif, maka yang muncul hanyalah pesimisme publik, padahal fungsi kontrol publik bukan hanya mengkritik, tapi juga memberikan edukasi agar masyarakat tetap percaya pada kapasitas daerah,” lanjutnya.
Agus menegaskan, pemotongan TKD yang dialihkan ke kementerian/lembaga justru bisa memberi peluang pembangunan sektoral yang lebih merata jika kepala daerah mampu berjejaring dan mengakses program pusat.
“Jangan sampai publik disuguhi narasi tunggal yang menyalahkan pusat, sementara daerah abai terhadap potensi pendapatan asli daerah (PAD) atau inovasi program, kalau narasi seperti Ketua PWI tadi dibiarkan, lama-lama masyarakat hanya diajari pasrah dan menyalahkan, bukan ikut berkontribusi,” tutup Agus Sugito.