Surabaya ( ANGKAT BERITA)  Seorang jaksa berinisial OM yang bertugas di wilayah hukum Jawa Timur menjadi sorotan publik setelah muncul dugaan bahwa ia menerima sejumlah uang terkait penanganan perkara pidana atas nama terdakwa Rosuli, mantan Ketua Ormas di Surabaya. Kasus tersebut menyangkut tindak pidana asusila terhadap anak di bawah umur.

Perkara ini bermula dari laporan seorang ibu yang tidak terima atas perlakuan suaminya terhadap anak kandungnya sendiri. Berdasarkan informasi yang dihimpun, dugaan perbuatan asusila pertama kali terungkap dari pengakuan seorang keponakan, anak dari kakak kandung pelapor. Setelah mendengar cerita tersebut, sang tante segera melaporkan suami pelapor ke pihak kepolisian.

Awalnya, kasus ini ditangani oleh Polda Jawa Timur sebelum akhirnya dilimpahkan ke Kejaksaan untuk proses penuntutan.

Menanggapi tudingan yang beredar, Jaksa OM menyatakan keterbukaannya terhadap kritik publik. Ia menganggap tuduhan tersebut sebagai bagian dari kontrol sosial yang konstruktif.

“Saya menghormati setiap bentuk kritik, termasuk tudingan yang dialamatkan kepada saya. Namun, saya tegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar dan akan terbantahkan melalui proses persidangan yang terbuka dan objektif,” ujar Jaksa OM saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Senin (27/10/2025).

Ia juga menegaskan bahwa pihaknya tetap berkomitmen mempertahankan dakwaan terhadap terdakwa.

“Jika nantinya majelis hakim memutus perkara dengan vonis ringan, kami akan menempuh upaya hukum banding. Kami akan kembali pada dakwaan awal yang telah kami susun secara profesional dan sesuai prosedur,” lanjutnya.

Jaksa OM menolak anggapan bahwa dirinya berupaya meringankan hukuman terdakwa. Ia menegaskan bahwa seluruh proses penanganan perkara telah dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana dan prinsip due process of law. Ia juga menekankan bahwa kewenangan penjatuhan pidana sepenuhnya berada di tangan majelis hakim.

Dari berkas perkara yang dihimpun, terdakwa Rosuli diketahui merupakan ayah tiri korban yang tinggal serumah. Dugaan perbuatan cabul dilakukan sejak tahun 2023 hingga Maret 2025. Modus yang digunakan antara lain memperlihatkan video pornografi, menunjukkan alat kelamin, melakukan sentuhan tidak pantas, serta membujuk korban dengan iming-iming sejumlah uang.

Akibat perbuatan tersebut, korban mengalami trauma psikologis yang cukup berat. Ia kerap pulang larut malam, beberapa kali absen dari sekolah, dan menunjukkan gejala depresi.